Telah kita ketahui bersama bahwa televisi kini merupakan salah satu media
yang populer dan diminati masyarakat kita. Bayangkan saja, dari tingkat ekonomi
masyarakat yang rendah hingga tingkat atas menggunakan media ini. Arus
informasi yang cepat, aktual, dan langsung dilihat titik
lokasi kejadian peristiwanya, membuat media
ini paling digemari.
Perkembangan televisi pun bukan
suatu hal yang tergolong baru jadi. Jumlah stasiun televisi yang beragam
menjawab semua pertanyaan tentang begitu cepatnya perkembangan media ini.
Termasuk media informasi yang hangat dan aktual awalnya, menjadi stasiun televisi yang memiliki informasi
komplit, mulai dari selebriti, asmara, dakwah, telenovela/drama dengan berbagai macamnya, film, musik, hiburan, hingga berita.
Arus informasi dan
persaingan stasiun televisi dalam mengejar rating dan keunggulan produknya,
membuat klasifikasi acara hiburan menjadi semakin beragam. Akhirnya setiap
acara dituntut sebaik-baiknya untuk meraih rating tertinggi dalam
penayangannya. Inilah yang mengkhawatirkan menurut saya penulis, karena
tontonan televisi semakin menjurus ke arah yang kurang baik. Terutama sinetron
yang jam tayangnya dipasang di waktu/jam belajar masyarakat. Berbagai macam
jenisnya, dan acara itu juga mengisahkan tentang kehidupan anak di usia remaja (SMP-SMA) yang merupakan usia rentan dan masa-masa kritis seorang
anak dalam mencerna suatu tayangan/hal baru.
Menurut penelitian sebuah akademi
dokter anak di Amerika, anak yang dibiarkan orang tuanya menonton televisi akan
menyerap pengaruh yang merugikan. Terutama pada perkembangan otak, emosi,
sosial dan kemampuan kognitif anak. Menonton televisi terlalu dini mengakibatkan
proses wiring, proses penyambungan antara sel-sel syaraf dalam otak menjadi
tidak sempurna.
Yang lebih mencengangkan lagi, ada suatu tontonan sore yang menceritakan tentang
kisah asmara anak SMP. Mulai dari seorang remaja kasmaran hingga menyatakan
cinta kepada sang kekasih disekolahnya. Bahkan lagu-lagu selingan untuk anak SD
dan SMP dalam cerita itupun diisi lagu-lagu cinta. Bayangkan saja,apakah ini
suatu kewajaran??. Sulit buat saya untuk membayangkan, berapa banyak anak-anak
usia SMP yang menonton acara itu di jam tersebut dan apakah semua orang tua ada
disaat mereka menontonnya dan memperhatikan serta memberi bimbingan??. Menurut saya, tidak cukup hanya memberi label di pojok
kanan atas layar suatu acara dengan BO (Bimbingan
Orang tua). Apakah itu akan menjamin bahwa setiap media televisi sebagai
penanggung jawab siaran lepas dari tanggung jawab?. Pertanyaan yang berat,
bahkan sangat berat untuk dijawab. Dan saya yakin, keuntungan yang didapat
tidaklah sebanding dengan kerusakan moral yang nanti akan kita hadapi.
Miris rasanya, Kementrian dan
anggota dewan yang terhormat seharusnya berani menyiratkan ini dalam
Undang-undang penyiaran guna membatasi tontonan dan siaran yang “belum pantas”
ini jika memang mau indonesia kedepannya memiliki generasi yang bermartabat dan
tangguh. Bermartabat dalam menjaga pergaulannya dan tahu kapan akan bertindak
dan bertingkah laku yang pas sesuai waktu, umur dan keadaan. Semoga bacaan ini
menjadi penggugah dan pencerah ditengah maraknya kerusakan
moral dan bobroknya mental generasi muda saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar