Rabu, 06 Februari 2013

Televisi sebagai Media informasi yang Ramah untuk Anak


Telah kita ketahui bersama bahwa televisi kini merupakan salah satu media yang populer dan diminati masyarakat kita. Bayangkan saja, dari tingkat ekonomi masyarakat yang rendah hingga tingkat atas menggunakan media ini. Arus informasi yang cepat, aktual, dan langsung dilihat titik lokasi kejadian peristiwanya, membuat media ini paling digemari.
Perkembangan televisi pun bukan suatu hal yang tergolong baru jadi. Jumlah stasiun televisi yang beragam menjawab semua pertanyaan tentang begitu cepatnya perkembangan media ini. Termasuk media informasi yang hangat dan aktual awalnya, menjadi stasiun televisi yang memiliki informasi komplit, mulai dari selebriti, asmara, dakwah, telenovela/drama dengan berbagai macamnya, film, musik, hiburan, hingga berita.
Arus informasi dan persaingan stasiun televisi dalam mengejar rating dan keunggulan produknya, membuat klasifikasi acara hiburan menjadi semakin beragam. Akhirnya setiap acara dituntut sebaik-baiknya untuk meraih rating tertinggi dalam penayangannya. Inilah yang mengkhawatirkan menurut saya penulis, karena tontonan televisi semakin menjurus ke arah yang kurang baik. Terutama sinetron yang jam tayangnya dipasang di waktu/jam belajar masyarakat. Berbagai macam jenisnya, dan acara itu juga mengisahkan tentang kehidupan anak di usia remaja (SMP-SMA) yang merupakan usia rentan dan masa-masa kritis seorang anak dalam mencerna suatu tayangan/hal baru.
Menurut penelitian sebuah akademi dokter anak di Amerika, anak yang dibiarkan orang tuanya menonton televisi akan menyerap pengaruh yang merugikan.  Terutama pada perkembangan otak, emosi, sosial dan kemampuan kognitif anak. Menonton televisi terlalu dini mengakibatkan proses wiring, proses penyambungan antara sel-sel syaraf dalam otak menjadi tidak sempurna.
Yang lebih mencengangkan lagi, ada suatu tontonan sore yang menceritakan tentang kisah asmara anak SMP. Mulai dari seorang remaja kasmaran hingga menyatakan cinta kepada sang kekasih disekolahnya. Bahkan lagu-lagu selingan untuk anak SD dan SMP dalam cerita itupun diisi lagu-lagu cinta. Bayangkan saja,apakah ini suatu kewajaran??. Sulit buat saya untuk membayangkan, berapa banyak anak-anak usia SMP yang menonton acara itu di jam tersebut dan apakah semua orang tua ada disaat mereka menontonnya dan memperhatikan serta memberi bimbingan??. Menurut saya, tidak cukup hanya memberi label di pojok kanan atas layar suatu acara dengan BO (Bimbingan Orang tua). Apakah itu akan menjamin bahwa setiap media televisi sebagai penanggung jawab siaran lepas dari tanggung jawab?. Pertanyaan yang berat, bahkan sangat berat untuk dijawab. Dan saya yakin, keuntungan yang didapat tidaklah sebanding dengan kerusakan moral yang nanti akan kita hadapi.
Miris rasanya, Kementrian dan anggota dewan yang terhormat seharusnya berani menyiratkan ini dalam Undang-undang penyiaran guna membatasi tontonan dan siaran yang “belum pantas” ini jika memang mau indonesia kedepannya memiliki generasi yang bermartabat dan tangguh. Bermartabat dalam menjaga pergaulannya dan tahu kapan akan bertindak dan bertingkah laku yang pas sesuai waktu, umur dan keadaan. Semoga bacaan ini menjadi penggugah dan pencerah ditengah maraknya kerusakan moral dan bobroknya mental generasi muda saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More